Jumat, 31 Desember 2010

Kunjungan ke Kraton Pamekasan



Kunjungan ke Kraton Pamekasan
(Ivan Taniputera, 1 Januari 2011)


Pamekasan yang kini merupakan salah satu kabupaten di Pulau Madura, Jawa Timur, dahulunya pernah memperoleh kedudukan setingkat kerajaan dan daerah swapraja. Kendati demikian, kedudukan ini kemudian dihapuskan oleh pemerintah kolonial menjelang akhir abad ke-19. Berikut ini adalah foto-foto hasil kunjungan ke kraton Pamekasan yang kin menjadi kantor bupati Pamekasan.



Minggu, 26 Desember 2010

Silsilah Kerajaan Berau, Gunung Tabur, dan Sambaliung

SILSILAH KERAJAAN BERAU, GUNUNG TABUR, DAN SAMBALIUNG

Ivan Taniputera (27 Desember 2010)

Kerajaan Berau yang merupakan salah satu kerajaan terpenting di Kalimantan Timur belakangan terpecah menjadi Gunung Tabur dan Sambaliung. Mencari silsilah kerajaan-kerajaan ini sungguh sulit. Tetapi penulis beruntung menemukannya dari buku "Kerajaan2 Indonesia" karya Prof. Hans Haegerdal dari University of Vaxjo, Swedia. Buku tersebut merupakan informasi berharga mengenai silsilah kerajaan2 di Kepulauan Nusantara.


Jumat, 24 Desember 2010

SEMINAR TENTANG DAODEJING DI TITD SINAR SAMUDERA SEMARANG

SEMINAR TENTANG DAODEJING DI TITD SINAR SAMUDERA SEMARANG

Pada tanggal 22 Desember 2010 saya  mengikuti seminar tentang Dao De Jing. Adapun yang membawakannya adalah Bapak Ardian Cangianto dan Bapak Huang Dung Da.  Menurut kitab tersebut, ada tiga unsur penting dalam membentuk kepribadian seseorang (secara indvidu) dan masyarakat (secara sosial), yakni Dao, De, dan Ren. Istilah "Dao" sendiri adalan sesuatu yang kompleks jadi tidak saya terjemahkan di sini. "De" sendiri salah satu terjemahannya adalah "kebajikan." Sedangkan "Ren" sendiri adalah "peri kemanusiaan." Tentu saja itu hanya salah satu alternatif terjemahan, karena kata-kata dalam bahasa Mandarin adalah multi arti.
Baik kita kembali ke pokok pembahasan. Sebenarnya tiga hal itu adalah tiga proses perkembangan dalam masyarakat menurut konsep Dao. Kalau kita masuk dalam fase "Dao" maka tiap orang akan sadar sendiri peran dan tugasnya di tengah masyarakat. Ini adalah kondisi masyarakat ideal. Jika ini gagal kita perlu ada "De," yakni "kebajikan" yang dituangkan dalam serangkaian peraturan dan undang-undang (skala makro atau mikro). Artinya ya mau tidak mau ada "reward" dan "punishment." Jika ini gagal barulah kita terapkan "ren," dalam artian ada pengampunan dan lain sebagainya. Tentu harus dianalisa mengapa "De" sampai gagal? Apakah peraturan tidak sesuai dan lain sebagainya.
Dengan kata lain kita boleh membalik prosesnya. Ada "ren" maka ada "de", lalu ada "Dao." Kalau "De" sudah merasuk dalam jiwa, maka ada "Dao."
Orang akan menjalan sistim tanpa perlu takut "punishment" dan bukan karena ingin "reward." Orang menjalankan sistim karena mereka sadar bahwa memang sistim itu baik dan bermanfaat adanya.







Seminar ini juga dimeriahkan penampilan para Bapak dan Ibu penekun budaya Jawa, ternyata terdapat kedekatan antara Daoisme dan ajaran Kejawen. Seminar boleh dikatakan sangat menarik (Ivan Taniputera)

Minggu, 12 September 2010

Kerajaan Federasi Kuantan

Berikut ini adalah peta pembagian kawasan di Kuantan. Wilayah Kuantan terdiri dari 19 kawasan yang masing-masing membentuk federasi.


Para penguasanya yang tercatat memerintah di abad ke-19 adalah:


 
  • Datoek Dano Poeto di IV Koto di Hilir
  • Datoek Dano Sukaro di IV Koto di Hilir
  • Datoek Moeda Bisai di IV Koto di Tengah
  • Datoek Bendahara di IV Koto di Gunung
  • Datoek P. Radjo di IV Koto di Mudik
  • Datoek Habib di V Koto di Loeboek Djambi
  • Datoek Rangkajo Mathair di III Kota di Lubuk Ramo
  • Soetan Raja di IV Koto di Hilir.

 
Bila ada yang mengetahui informasi mengenai kerajaan2 di Sungai Kuantan sudilah kiranya menghubungi saya. Sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih.
 
Ivan Taniputera
0816658902
(penulis buku Sejarah Kerajaan-kerajaan Nusantara pasca Majapahit)

 

Kamis, 09 September 2010

Syai Lampung Karam

Syair Lampung Karam

Data buku

Judul: Syair Lampung Karam: Sebuah Dokumen Pribumi Tentang Dashyatnya Letusan Krakatau 1883.
Penulis: Suryadi
Jumlah halaman: 206
Penerbit: Komunitas Penggiat Sastra Padang (KPSP)
Tahun terbit: 2010.

Ini merupakan buku yang sangat menarik karena memaparkan mengenai dokumen dari dalam negeri sendiri tentang dashyatnya letusan Gunung Krakatau. Karya dalam bentuk syair ini ditulis oleh Muhammad Saleh, yang nampaknya menyaksikan sendiri peristiwa dashyat tersebut. Uniknya naskah ini tidak ditulis dalam bentuk prosa sebagaimana halnya laporan atau karya para sarjana Barat, melainkan dalam bentuk puisi.
Telah banyak karya mengenai Krakatau, namun tidak ada yang menyinggung mengenai naskah ini. Baru setelah kurang lebih 130 tahun keberadaan naskah ini diungkapkan secara meluas pada publik.
Berikut ini adalah sedikit kutipan karya tersebut:

Bait 132
Hamba mendengar demikian peri,
Rahmat juga di dalamnya negeri,
Tiada seperti Pulau Sebesi,
Orangnya tidak kelihatan lagi (halaman 59).

Bait 133
Dekat Sebesi namanya itu,
Pulau Sebuku namanya tentu,
Makhluknya banyak ada di situ,
Kabarnya, Tuan, sudahlah tentu.

Bait 134
Pulau Sebuku dikata orang,
Ada seribu lebih dan kurang,
Orangnya habis nyatalah terang,
Tiadalah hidup barang seorang.

Demikianlah buku ini merupakan karya berharga mengenai letusan gunung tersebut. Selain itu, karya ini dapat dijadikan pelengkap bagi tulisan-tulisan sarjana Barat mengenai Krakatau.



Sabtu, 04 September 2010

Arti Penting Misi Perjalanan Laksamana Zheng He (Cheng Ho) Bagi Pengembangan Bisnis, Pariwisata, dan Investasi

Arti Penting Misi Perjalanan Laksamana Zheng He (Cheng Ho) Bagi Pengembangan Bisnis, Pariwisata, dan Investasi
 
oleh: Ivan Taniputera dipl. Ing.


Pendahuluan

Tak terasa telah genap 600 tahun semenjak persinggahan Zheng He (atau juga lazim dieja Cheng Ho) ke Semarang. Karya tulis ini hendak menyoroti makna perjalanan muhibah Zheng He bagi pengembangan dunia bisnis, pariwisata, dan investasi bagi bangsa kita serta langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkannya. Dewasa ini, Zheng He sedang naik daun, terbukti dengan ditulisnya sebuah buku yang berjudul 1421: The Year China Discovered the World karya Gavin Menzies. Isi buku itu menyatakan bahwa Zheng He telah menemukan benua Amerika dan Antartika. Terlepas dari kebenaran sejarah yang diungkapkannya, penerbitan buku itu memperlihatkan bangkitnya ketertarikan masyarakat internasional pada perjalanan muhibah Zheng He. Momen inilah yang seharusnya dipergunakan oleh pemerintah untuk memajukan bidang pariwisata Semarang dan Jawa Tengah pada umumnya.
Karya tulis ini akan menguraikan sejarah dan seluk beluk misi perjalanan muhibah Zheng He secara ringkas dan juga usulan usaha-usaha yang perlu kita lakukan dalam meningkatkan kepariwisataan, yang berhubungan dengan kedatangan Zheng He serta efeknya bagi kemajuan kepariwisataan secara umum. Penulis akan memperlihatkan bahwa momen ini dapat dimanfaatkan untuk memajukan bidang kepariwisataan Jawa Tengah secara keseluruhan serta langkah-langkah pembenahan yang perlu dilakukan. Tujuan utama karya tulis ini adalah memberikan masukan bagi yayasan Kelenteng Gedung Batu dan pemerintah beserta instansi-instansi terkait guna meningkatkan potensi pariwisata, bisnis, investasi, pendidikan, dan budaya Jawa Tengah dan negeri kita tercinta secara umum. Bila karya tulis ini dapat memberikan sedikit manfaat saja, maka harapan penulis dapat dikatakan telah terpenuhi.

1.Awal dan tujuan misi perjalanan Zheng He

Pada zaman Zheng He, Dinasti Ming (1368 – 1644) sedang mencapai puncak kejayaannya. Kaisar Tiongkok saat itu, Zhu Di, Sang Putera Langit (1), sangat disegani oleh negara-negara di sekitarnya. Catatan sejarah menyatakan bahwa tidak kurang dari 28 negara mempersembahkan upeti padanya. Kemajuan ilmu dan teknologi yang dialami Tiongkok saat itu, memungkinkannya membangun suatu armada kapal yang luar biasa, bahkan melebihi kapal yang dipergunakan oleh Colombus dalam “menemukan” benua Amerika.
Zhu Di adalah seorang kaisar yang ambisius dan sekaligus pecinta ilmu pengetahuan. Ada banyak hal yang mendorong sang kaisar melakukan ekspedisi penjelajahan samudera. Yang pertama adalah untuk meningkatkan hubungan perdagangan. Bahkan hubungan ini banyak menguntungkan mitra dagang Tiongkok, karena sutera dan porselin yang dihasilkan Tiongkok dijual dengan potongan harga. Selain itu pinjaman juga diberikan dengan bunga lunak bagi mereka yang membeli barang-barang itu (2).
Zheng He adalah seorang kasim kepercayaan kaisar yang ditugaskan untuk memimpin misi muhibah keliling dunia yang diawali pada tahun 1421 itu. Catatan sejarah menyatakan bahwa Zheng He telah berhasil berlayar hingga benua Afrika (dan juga singgah di Semarang yang terletak di pantai utara Jawa Tengah), tetapi baru-baru ini seorang pensiunan Angkatan Laut Amerika dan pelaut terkemuka bernama Gavin Menzies mengemukakan teorinya bahwa Zheng He juga telah berlayar hingga Amerika, Antartika, Greenland, dan lain sebagainya. Ia bahkan mengatakan lebih jauh bahwa peta-peta lautan yang belakangan dipergunakan oleh para pelaut berkebangsaan Barat berasal dari informasi yang dibuat oleh Zheng He dan anak buahnya sebagai hasil misi muhibah mereka mengelilingi dunia. Terlepas dari kebenarannya, teori ini sungguh menarik dan mencerminkan bangkitnya perhatian dunia terhadap misi pelayaran Zheng He yang jauh mendahului pelayaran samudera oleh bangsa Barat. Selain itu, masih banyak pula literatur-literatur lainnya mengenai Zheng He yang ditulis oleh ilmuwan mancanegara, dimana ini mencerminkan minat, perhatian, dan perhatian yang semakin meningkat terhadap Zheng He.

(1)Gelar kaisar pada zaman Tiongkok kuno.
(2) halaman 52 buku 1421: The Year China Discovered the World, karya Gavin Menzies.

2. Perjalanan Zheng He dan potensi wisata kota Semarang

Kita patut menyadari bahwa tidak semua daerah atau kota disinggahi oleh armada Zheng He. Karenanya, kita boleh merasa bangga karena kota kita ini mendapat kehormatan disinggahi oleh sang laksamana dari negeri Tirai Bambu itu. Kehormatan ini hendaknya tidak menjadikan warga kota Semarang sekedar merasa berbangga diri saja, melainkan terus berusaha mencurahkan pikiran dan tenaga demi memanfaatkan keistimewaan ini semaksimal mungkin dalam memajukan beraneka potensi yang ada. Momen meningkatnya perhatian dan penghargaan dunia internasional terhadap Zheng He ini hendaknya dapat kita manfaatkan dengan baik pula, sebagaimana yang akan dibahas secara lebih terperinci pada bagian selanjutnya.

3. Makna penting pengembangan sektor pariwisata sebagai salah satu jalan keluar dari krisis ekonomi

Tak terasa telah tujuh tahun berlalu semenjak kita didera oleh krisis ekonomi untuk yang pertama kali pada tahun 1998. Bahkan hingga saat ini krisis ekonomi juga masih belum memperlihatkan titik pemulihan. Kita masih terseok-seok karena minimnya cadangan devisa negara. Oleh karena itu, kita harus mencari segenap cara untuk meningkatkan cadangan devisa negara itu. Salah satunya adalah dengan meningkatkan sektor pariwisata, bisnis, dan investasi, dengan jalan memanfaatkan segenap potensi yang ada semaksimal mungkin.
Ada banyak hal mengapa seseorang melakukan perjalanan atau kunjungan ke tempat lain, misalnya untuk berdagang, menikmati keindahan alam dan kekhasan suatu daerah yang tidak terdapat pada daerah asalnya, ataupun untuk memperluas cakrawala pengetahuan. Bentuk wisata lainnya adalah wisata religius yang bertujuan untuk beribadah atau berdoa di tempat-tempat yang dianggap sakral atau bernilai keagamaan. Karena kita sedang membahas mengenai Zheng He, maka apa yang nampak paling relevan di sini adalah tujuan wisata untuk memperluas cakrawala pengetahuan dan religius. Apa yang dimaksud dengan memperluas cakrawala pengetahuan ini mencakup pula apa yang dinamakan wisata sejarah. Wisata sejarah adalah kunjungan yang dilakukan untuk memperluas pemahaman mengenai sejarah yang berhubungan dengan tempat atau tokoh tertentu. Sebagai contoh adalah melakukan kunjungan ke kraton Surakarta dan Yogyakarta, museum, dan lain sebagainya. Dengan melakukan kunjungan ke tempat-tempat bersejarah itu, maka seseorang akan sanggup lebih merasakan lagi atmosfer peristiwa yang terjadi pada zaman dahulu, ketimbang hanya membaca buku-buku sejarahnya saja. Panggung dan peristiwa sejarah akan terasa lebih hidup di hadapan mata kita. Selain itu, wisata sejarah juga dimaksudkan sebagai wahana penelitian sejarah. Masih banyak penemuan-penemuan baru yang dihasilkan dari penelitian itu. Pemerintah atau warga setempat hendaknya berperan aktif memfasilitasi penelitian itu.
Sektor wisata sejarah ini bila dikembangkan dengan baik akan sanggup menarik banyak wisatawan asing, sebagaimana halnya yang terjadi di negara-negara maju. Penulis pernah menuntut ilmu di Republik Federal Jerman, dan menyaksikan bahwa istana-istana dan museum di negeri itu benar-benar dipadati oleh pengunjung. Ini semua dapat terlaksana karena pemerintah Jerman benar-benar menatanya secara serius. Kebersihan dan keamanan yang terjamin serta tersedianya sumber-sumber informasi yang akurat mengenai tempat sejarah tersebut, menjadi salah satu faktor penunjang yang penting. Informasi-informasi sejarah yang akurat (dapat berupa buku atau lembaran brosur) ini sesungguhnya banyak dicari oleh para pengunjung yang ingin mengetahui lebih jauh. Informasi sejarah ini hendaknya diterbitkan dalam berbagai bahasa agar dapat dipahami oleh berbagai kalangan.
Kini kita akan beralih pada wisata religius. Apa yang dimaksud dengan wisata religius (perziarahan) adalah perjalanan ke suatu tempat yang memiliki nilai keagamaan atau kesakralan. Jenis wisata semacam ini hendaknya jangan dipandang sebelah mata, karena banyak daerah tujuan wisata religius mancanegara yang sanggup menarik banyak sekali pengunjung setiap tahunnya. Kita pasti pernah mendengar mengenai Lourdes dan Vatikan yang terletak di benua Eropa, Bodhgaya di India, atau Buduoshan di Tiongkok. Pemerintah masing-masing negara tempat perziarahan itu telah membangun sarana dan prasarana yang baik bagi pengunjung, seperti tempat penginapan, sarana transportasi, kebersihan, keamanan, dan lain sebagainya.
Terlepas dari semua itu, hal terutama dan terpenting adalah mempromosikan daerah-daerah tujuan wisata yang ada di negeri kita. Promosi adalah ujung tombak pemasaran. Meskipun kita telah membangun sarana dan prasarana terbaik, tetapi bila tidak ada satupun wisatawan yang mengetahuinya, maka hal itu juga tidak akan berguna. Pemerintah bersama masyarakat hendaknya mendata seluruh potensi wisata yang ada, termasuk Kelenteng Gedung Batu Semarang, serta berperan aktif memperkenalkannya pada dunia internasional. Ada berbagai cara yang dapat ditempuh, seperti menyusun buku panduan lengkap wisata Indonesia atau ikut serta dalam pameran dan festival turisme baik yang diselenggarakan di dalam maupun luar negeri. Selanjutnya kita juga harus meyakinkan dunia luar, bahwa negeri kita telah benar-benar aman. Aparat keamanan harus benar-benar serius dalam mengungkap dan menangkap anggota jaringan terorisme internasional. Apakah gunanya pembangunan segenap sarana dan prasarana pariwisata ini, bila beberapa negara masih menerapkan travel warning terhadap Indonesia? Inilah poin-poin penting yang perlu dipertimbangkan demi meningkatkan sektor pariwisata.

4. Langkah-langkah nyata mengembangkan potensi wisata Kelenteng Gedung Batu

Monumen peringatan utama persinggahan Zheng He di kota Semarang adalah Kelenteng Gedung Batu. Oleh karenanya, kita perlu mengembangkan potensi ini semaksimal mungkin. Momen meningkatnya perhatian masyarakat internasional terhadap Zheng He, hendaknya dimanfaatkan dengan baik. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah mempromosikan hal ini seluas-luasnya, baik oleh pemerintah sendiri maupun biro-biro perjalanan. Pemerintah daerah dapat pula bekerja sama dengan pemerintah pusat sehubungan dengan promosi pariwisata ini. Keberadaan kelenteng ini perlu dimasukkan dalam informasi pariwisata maupun buku panduan turisme bagi para wisatawan yang berkunjung ke negeri kita.
Hal utama yang perlu kita pertimbangkan adalah membangun hotel atau fasilitas penginapan yang dekat dengan kelenteng, sehingga para pengunjung tidak perlu mengalami kesulitan bila hendak berkunjung ke sana, teristimewa bila mereka memang bertujuan melakukan penelitian atau hendak beribadah di kelenteng. Jika pembangunan hotel atau fasilitas penginapan yang dekat dengan kelenteng dirasa belum diperlukan, maka sarana dan prasarana transportasi yang baik dari hotel serta fasilitas penginapan yang telah ada menuju ke kelenteng adalah suatu keharusan. Jalan yang baik dan fasilitas transportasi bagi para wisatawan adalah kemutlakan yang harus ada demi mengembangkan potensi wisata Kelenteng Gedung Batu.
Potensi wisata religius dapat dijadikan sebagai titik tolak pengembangan potensi lainnya, mengingat hingga saat ini telah banyak wisatawan yang mengunjungi Kelenteng Gedung Batu dengan tujuan utama untuk bersembahyang. Laksamana Zheng He (bergelar Sanbao Daren = Manusia Agung Tiga Mustika) memang sangat dihormati sebagai dewa oleh masyarakat keturunan Tionghua di Asia Tenggara, meskipun pemujaannya sebagai dewa kurang populer di daratan Tiongkok sendiri.
Selanjutnya, guna mengembangkan Kelenteng Gedung Batu sebagai daerah tujuan wisata untuk memperluas cakrawala pengetahuan, maka perlu dilakukan berbagai langkah serius. Dengan mempertimbangkan meningkatnya perhatian serta penghargaan masyarakat internasional terhadap Zheng He, maka kita perlu mengumpulkan dan menerbitkan berbagai data atau informasi sejarah mengenai Zheng He. Kita patut mengakui bahwa informasi ini masih sulit diperoleh di negeri kita atau khususnya Semarang, meskipun kota Semarang mendapat kehormatan disinggahi oleh Laksamana Zheng He. Oleh karena itu, dalam kompleks Kelenteng Gedung Batu, kita perlu mendirikan perpustakaan atau museum yang berhubungan dengan Zheng He serta kehidupan masyarakat pada zaman itu. Kita dapat belajar pada Foguangshan, salah satu vihara Buddhis terbesar di Taiwan, yang menyediakan perpustakaan, museum, dan ruang untuk belajar. Terdapat banyak literatur-literatur terbitan asing mengenai misi muhibah Zheng He. Sebagai langkah pertama, perlu dibentuk tim khusus untuk mengumpulkan literatur-literatur tersebut dan menempatkannya dalam perpustakaan. Selanjutnya pada masa mendatang, dapat dibentuk tim khusus lainnya dengan tugas menterjemahkan literatur-literatur itu ke dalam bahasa Indonesia secara bertahap, agar wisatawan domestik yang tidak mengerti bahasa asing tetap dapat beroleh manfaat dari berbagai literatur asing itu. Sebagai tambahan, penulis dapat memberikan daftar berbagai literatur asing penting yang sangat bermanfaat untuk dijadikan sumber informasi mengenai Zheng He. Memang ini semua memerlukan biaya yang tidak sedikit, tetapi manfaatnya akan dapat dipetik pada masa mendatang. Tidak ada kemajuan yang tidak diperoleh melalui pengorbanan. Bila sumber literatur telah lengkap, maka pihak yayasan Kelenteng Gedung Batu dapat merangkum berbagai sumber itu dan menerbitkan sendiri sebuah buku yang berisikan informasi komprehensif tentang Zheng He. Terbitan ini seyogianya disajikan dalam berbagai bahasa.
Langkah berikutnya, adalah menunjang penyelenggaraan seminar-seminar ataupun diskusi mengenai Zheng He. Acara-acara semacam ini dapat dijadikan sebagai agenda rutin yayasan Kelenteng Gedung Batu ataupun Pemerintah Kota Semarang. Berbagai pakar nasional maupun internasional mengenai Zheng He dapat diundang hadir membagikan pengetahuan yang mereka miliki. Sebagaimana halnya dengan Hannover, Frankfurt, Berlin, dan kota-kota lainnya di Republik Federal Jerman yang menjadi ajang tahunan berbagai pameran dan festival, maka kita dapat menjadikan kota Semarang sebagai ajang seminar, diskusi, pameran, serta festival resmi mengenai Zheng He. Ini tentu saja dapat menjaring wisatawan baik internasional maupun domestik yang akan hadir setiap tahunnya.
Sebagai tambahan, sebagai sarana pendidikan dan rekreasi dapat dibuat pula replika kapal yang dahulu pernah dipergunakan oleh Laksamana Zheng He. Replika semacam ini hendaknya dibuat seteliti mungkin, dengan mempertimbangkan faktor keakuratan, estetika, dan lain sebagainya. Di Surabaya terdapat sebuah monumen yang dinamakan dengan Monumen Kapal Selam (Monkasel). Monumen ini sesungguhnya adalah kapal selam asli yang diletakkan di tengah-tengah kota, dan ditujukan sebagai sarana pendidikan dan rekreasi. Monumen ini terbukti sanggup menyedot berbagai wisatawan baik asing maupun domestik, terutama pada hari-hari libur.
Penulis pernah mengamati bahwa buku-buku pelajaran sejarah yang dipergunakan di negeri kita, hanya mencantumkan mengenai para penjelajah Barat, seperti Colombus, Vasco da Gama, Ferdinand Magelhaens, Fransisco Pizzaro, Hernando Cortez, Alphonso d’Albuquergue, Cornelis de Houtman, dan lain sebagainya. Padahal seluruh penjelajahan atau eksplorasi oleh bangsa Barat itu berakhir dengan penjajalah atau kolonialisme. Hingga saat ini, masih belum ada buku-buku pelajaran sejarah yang memasukkan mengenai misi muhibah Zheng He, padahal misi penjelajahan ini tidak diakhiri dengan kolonialisme. Para pakar pendidikan hendaknya berani mendobrak ketimpangan ini. Misi muhibah Zheng He sesungguhnya dapat disejajarkan dengan eksplorasi samudera oleh bangsa Barat. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai sejarah perjalanan Zheng He ini menjadikan potensi wisata Kelenteng Gedung Batu yang sungguh besar seakan-akan tenggelam. Oleh karena negeri kita juga disinggahi oleh Laksamana Zheng He, maka sudah sewajarnya bila hal ini juga dicantumkan secara signifikan dalam buku-buku pelajaran sejarah. Ada peribahasa yang mengatakan: “Tak kenal maka tak sayang,” maka meningkatnya pengetahuan masyarakat mengenai sejarah Zheng He ini akan dapat menimbulkan kekaguman dan penghargaan masyarakat terhadap bangunan atau situs-situs sejarah yang berhubungan dengan sang laksamana. Peningkatan penghargaan ini, pada gilirannya diharapkan mendorong masyarakat untuk ikut serta menjaga dan melestarikan bangunan bersejarah itu. Masyarakat diharapkan tidak melakukan tindakan yang merusak keindahan dan juga fisik bangunan. Pemerintah juga diharapkan ikut berperan aktif dalam hal ini, seperti memberikan bimbingan dan penyuluhan terhadap masyarakat.
Demikianlah usulan penulis sehubungan dengan pengembangan potensi wisata Kelenteng Gedung Batu Semarang. Terakhir kata, semua usaha di atas juga harus diimbangi dengan gencarnya promosi wisata Kelenteng Gedung Batu baik dalam tataran domestik maupun internasional.

5. Pengaruh pengembangan potensi wisata Kelenteng Gedung Batu terhadap pengembangan bisnis dan wisata kota Semarang dan Jawa Tengah secara umum

Kini kita akan beralih untuk membahas dampak pengembangan potensi wisata Kelenteng Gedung Batu terhadap sektor bisnis dan wisata kota Semarang dan Jawa Tengah. Ditinjau dari segi bisnis, maka melimpahnya jumlah wisatawan baik asing maupun domestik, akan memacu pula geliat industri pariwisata, sepeti misalnya biro-biro perjalanan, perhotelan, rumah makan, dan lain sebagainya. Bahkan para pedagang kecil yang berada di sekitar kelenteng akan juga memperoleh dampak positifnya. Meskipun demikian, pemerintah tetap harus membina pedagang kecil ini agar tetap menjaga ketertiban, kebersihan, dan keindahan. Pemerintah harus berperan aktif agar para pedagang kecil ini tidak malah menimbulkan kesan kumuh. Industri souvenir atau cinderamata juga akan semakin meningkat bila kita berhasil menarik minat wisatawan baik asing ataupun domestik untuk berkunjung ke Semarang. Berkembangnya industri cinderamata itu, hendaknya dapat pula memacu kreatifitas masyarakat untuk menciptakan berbagai kreasi yang tidak monoton. Penting pula untuk dicatat bahwa cinderamata itu hendaknya mencerminkan kekhasan daerah itu serta nilai-nilai budaya dan tradisi suatu bangsa. Cinderamata-cinderamata itu juga berpeluang untuk diekspor, sehingga pemerintah bersama masyarakat sekali lagi diharapkan peran aktifnya untuk mewujudkan hal ini. Kita harus menjajaki lebih jauh apakah di Semarang perlu didirikan semacam pasar cinderamata, sebagaimana halnya dengan pasar seni di Ubud, Sukowati, atau kota-kota lainnya di Bali.
Bahkan, para wisatawan yang berkunjung ke Kelenteng Gedung Batu itu dapat pula diperkenalkan dengan obyek-obyek wisata lainnya, baik yang terletak di Semarang sendiri maupun yang tersebar di seluruh Propinsi Jawa Tengah. Sekali lagi yang perlu diingat, sebelum mempromosikan suatu obyek atau daerah tujuan wisata, maka persiapkan terlebih dahulu sarana dan prasarana yang memadai. Jangan sampai kita mengecewakan para wisatawan itu, karena dapat membuat mereka jera berkunjung kembali atau menyarankan rekan-rekan mereka mengunjungi obyek wisata tersebut.
Para wisatawan yang berkunjung juga berpeluang mengenal potensi Jawa Tengah dalam berbagai bidang, seperti misalnya dalam hal perindustrian atau pengadaan bahan baku. Pemerintah kota Semarang, sebagai ibu kota Jawa Tengah juga hendaknya ikut serta dalam memperkenalkan potensi-potensi ini. Para pebisnis yang hendak menggandeng mitra asing untuk berinvestasi dapat juga memanfaatkan peluang ini. Nampaknya penerbitan buku panduan peluang investasi Jawa Tengah adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditunda lagi. Namun, yang perlu diingat, adanya investasi asing itu hendaknya dilakukan dengan hati-hati dan seksama agar tidak terkesan bahwa kita sedang menjual negeri kita sendiri. Aspek penting lain yang tidak boleh kita lupakan adalah alih teknologi. Para investor asing yang menanamkan modalnya ke negeri kita pasti juga membawa serta teknologi baru. Kita hendaknya tidak berdiam diri dan merasa puas telah menerima investasi itu, melainkan juga berusaha menguasai (dan juga mengembangkan) teknologi baru yang mereka bawa itu demi kepentingan bangsa dan negara kita sendiri.
Di samping pengembangan potensi Kelenteng Gedung Batu, kita juga perlu mengadakan ekspo-ekspo atau pameran hasil industri (termasuk sektor agraris) kota Semarang dan Jawa Tengah. Ekspo-ekspo ini hendaknya dikelola secara profesional, sehingga memberikan kemudahan bagi para pebisnis, investor, ataupun calon investor. Di Jakarta dan Surabaya, ekspo-ekspo atau pameran semacam ini telah menjadi agenda tahunan dan diselenggarakan di gedung - gedung yang nyaman, bersih, dan aman. Buku-buku panduan juga tersedia, sehingga memudahkan pengunjung untuk menemukan produk-produk atau barang yang dibutuhkannya. Acara semacam ini sangat bagus untuk diselenggarakan di kota Semarang dan waktunya dapat disamakan (atau tidak berbeda jauh) dengan ajang seminar atau diskusi tahunan mengenai Zheng He, yang rencananya akan diadakan di Kelenteng Gedung Batu (sebagaimana yang telah kita singgung di atas).
Pada bagian ini, kita telah memaparkan bahwa pengembangan yang maksimal terhadap potensi wisata Kelenteng Gedung Batu juga berpeluang memajukan sektor industri dan bisnis kota Semarang dan Jawa Tengah. Tetapi jalan menuju hal ini masih teramat panjang. Kita harus dapat belajar dan berusaha menciptakan hasil-hasil produksi yang sesuai dengan standar internasional, seperti dalam hal kualitas (quality) maupun waktu pengiriman (delivery time) dan harga yang kompetitif. Bila kita gagal memenuhi prasyarat-prasyarat itu, maka akan sulit bagi kita untuk menembus pasar internasional dalam era globalisasi ini, terlepas dari gencarnya perkenalan dan promosi yang telah kita lakukan.

Kesimpulan dan penutup

Kelenteng Gedung Batu memiliki potensi wisata yang luar biasa, hanya saja masih banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mengembangkannya. Meningkatnya kekaguman dunia internasional terhadal Zheng He dapat dijadikan momen yang tepat bagi hal ini, sehingga terlalu sayang untuk dilewatkan. Potensi wisata ini membawa dampak positif yang besar terhadap kemajuan kota Semarang dan Jawa Tengah secara global. Memang ini semua memerlukan pengorbanan yang besar, baik berupa materi, waktu, ataupun tenaga, tetapi bila diwujudkan hasilnya akan sungguh luar biasa. Untuk mewujudkan hal ini perlu adanya kerjasama yang erat antara masyarakat dan pemerintah.
Kita telah melihat bahwa semua hal adalah saling berkaitan, sehingga usaha kemajuan yang hendak dicapai harus melibatkan semua pihak secara serempak. Promosi pariwisata yang gencar tanpa dibarengi pembangunan sarana dan prasarana yang memadai juga tidak akan mendatangkan manfaat. Usaha menarik investor atau importir asing untuk menanamkan modal atau membeli barang-barang hasil produksi kita, juga tidak akan efektif bila tidak diserta dengan komitmen untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia atau mutu barang yang diproduksi. Sudah saatnya kita belajar menciptakan barang dan jasa yang sesuai dengan standar internasional dan berdaya saing tinggi.
Semoga momen peringatan 600 tahun kedatangan Laksamana Zheng He ini merupakan kesempatan emas dalam membenahi ini semua. Selamat datang Laksamana Zheng He!

Kamis, 26 Agustus 2010

Telah Terbit: Buku Panduan Astrologi Hindu

Telah terbit buku panduan Astrologi Hindu (India)



Judul: Dasar-dasar Astrologi Hindu: Penjelasan Tahap demi Tahap yang sederhana, Praktis dan Mudah Dipahami.
Penulis: Ivan Taniputera
Penerbit: Paramita, Surabaya
Tahun terbit: 2010.
Harga: Rp. 55.000,- belum termasuk ongkos kirim.
Jumlah halaman: 346.

Buku ini memberikan dasar-dasar menafsirkan bagan astrologis seseorang berdasarkan tradisi Hindu (astrologi India). Dengan melakukan penafsiran tersebut dapat diungkapkan kepribadian beserta kelebihan dan kelemahan seseorang. Selain itu, astrologi India dapat pula dipergunakan mengungkapkan pekerjaan yang cocok. Buku ini memperkenalkan pula ke-27 nakshatra yang selama ini jarang dikenal orang.
Selain kepribadian, diungkapkan pula bagaimana cara menafsirkan transit (gochara) yang diperlukan dalam mengetahui jalannya perjalanan nasib. Para peminat silakan menghubungi 0816658902.

Minggu, 11 Juli 2010

Daftar Raja-raja Muna

Daftar Raja-raja Muna
Diambil dari: http://homes.chass.utoronto.ca/~cgothard/Pages/kings.htm

Personal name Royal Name1 Dates of Rule2 Comments



Pre-Islamic Muna kings La Eli Bheteno Ne Tombula 1417-1467 Possibly a mythical/legendary personage.


2 La Patola aka Kaghua Bhangkano Fotu Sugi Patola 1467-1477


3 La Mbona Sugi Ambona 1477-1497


4 La Patani Sugi Patani 1497-1512


5 La Ende Sugi Ende 1512-1527


6 La Maru Sugi Maru 1527-1538 1527 ce., first islamic missionary enters Muna (Syeh Abdul Wahid).


7 La Kila Ponto Mepokanduaghoono Ghoera 1538-1541 Reigned over a wide area of SE Sulawesi.


8 La Posasu Kobhangkuduno 1541-1551


9 La Rampe I Somba Sugi Rampe I Somba (?) 1551-1600


10 Titakono Sugi Titakono (?) 1600-1625 1614 ce., second islamic missionary enters Muna (Firus Muhammad). First mosque erected in Muna


Islamic Muna kings 11 La Ode Saa3 La Ode Saaduddin 1625-1626


12 La Ode Ngkadiri Sangia Kaindea 1626-1667 First period of his reign. 1643 ce., third islamic missionary enters Muna (Syarif Muhammad).


Wa Ode Wakelu4 n/a 1667-1668 Queen of Sangia Kaindea as regent


La Ode Muh. Idris Sorano Kaindea 1668-16715 Regent sent from Buton


La Ode Ngkadiri Sangia Kaindea (?) 1671 Second period of his reign (but under foreign influence: Dutch-Buton)


15 La Ode Abdul Rahman Sugi Sangia Latugho 1671-1716


16 La Ode Huseini Omputo Sangia 1716-1757


La Ode Muhammad Ali n/a 1757 Regent


18 La Ode Kentu Koda Omputo Kantolalo 1758-1764 From Buton


19 La Ode Harisi n/a 1764-(?) Introduction of primogeniture in royal succession


20 La Ode Umara Omputo Nigege


La Ode Murusali Sangia Gola


21 La Ode Ngkumabusi n/a


La Ode Sumaili Omputo Nisombo Kinstrife with forces under Wa Ode Kadingke.


La Ode Saete Sorano Masigi 1816 (?)-1830 Elected by the Sara; a period of unpeaceful dual monarchy with La Ode Wita


La Ode Wita 1816-1830 Sent from Buton


25 La Ode Bulae Sangia Laghada 1830-1861 Assumes thrown while still a minor. Daily affairs carried out by a regent. Under Dutch-Butonese influence much rancor and intrigue regarding the position of regent.


La Aka 1861-1864 No actual king during this period. La Aka was Bhonto Bhalano and regent


276 La Ode Ali Sangia I Rahia 1864-1870


La Ode Huse


La Ode Tao


La Ode NgKaili Permanent dutch settelment at Raha, 1903. Military forces, 1907.


La Ode Maktubu 1906 First period of his reign interupted by war


La Ode Umara Omputo Sangia Baaryia


La Ode Maktubu (?)-1914 Second period of his reign.


La Ode Pulu 1914-1918 Dutch interference in Muna politics. La Ode Pulu leads rebellion. Beginning of SWAP radja, 1918. Muna included under Buton. La Ode Muh. Asikin, Sultan of Buton under Dutch Resident Bougaman


La Ode Afiuddin 1920-1924


1924-1926 Under direct dutch rule, WAROOW


La Ode Rere 1926-1928


1928-1930 Under direct dutch rule


La Ode Djika Komasigino 1930-1938


Direct Dutch Rule/Occupation 1938-1941


Japanese Invasion/Occupation 1941-1946


NICA Occupation 1946-1947 B.W. Kui BuBung, Dutch Controler (and politcal leader of NICA?)


Abdul Rasak 1947 Place-holder under Dutch controler B.W. Kui BuBung


La Ode Ipa 1947 Place-holder under Dutch controler Beum Mandlener


La Ode Pandu 1947-1949(?) First and last king under the new SWAP radja. Dutch rule ends in 1949.


12 December 1956, Muna becomes part of Indonesian province of Southeast Sulawesi.

Sabtu, 10 Juli 2010

Raja-raja dan Bupati Bangkalan

BANGKALAN


Nama raja/ bupati Tahun pemerintahan

1 Kyai Pragalbo (Pangeran Palakaran)

2 Pratanu (Panembahan Lemah Duwur) 1531 – 1592

3 Raden Koro (Kara) atau Pangeran Tengah 1592 – 1621

4 Pangeran Mas 1621 – 1624

5 Cakraningrat I 1624 – 1647

6 Cakraningrat II 1647 – 1707

7 Cakraningrat III 1707 – 1718

8 Cakraningrat IV 1718 – 1745

9 Setiadiningrat (Cakraadiningrat V) 1746 – 1770

10 Mangkuadiningrat (Cakraadiningrat VI) 1770 – 1780

11 Suroadiningrat (Cakraadiningrat VII) - Sultan Cakraadiningrat I 1780 – 1815

12 Sultan Cakraadiningrat II 1815 – 1847

13 Panembahan Cakraadiningrat VII 1847 – 1862

14 Cakradiningrat VIII 1862 – 1882

15 Raden Kasim (Hasim) atau Pangeran Suryanegara – bupati Bangkalan pertama 1882 - 1905

Jumat, 09 Juli 2010

VCD tentang Tiga Kerajaan Besar di Timor


VCD ini merupakan informasi berharga mengenai tiga kerajaan besar di Timor, yakni Amanuban, Amanatun, dan Mollo. Pada gambar sampul VCD ini nampak dari kiri ke kanan:


 
  • Raja Laka Banunaek dari Amanatun
  • Raja Pae Nope dari Amanuban
  • Raja Tua Sonbai dari Mollo

 Ketiga kerajaan ini terletak di Kabupaten Timor Tengah Selatan.

 
Dengan mencermati VCD ini kita akan memperoleh berbagai gambaran mengenai kondisi sejarah masa itu, yakni melalui foto-foto yang ada.

 
VCD ini diperoleh dari Yang Mulia Bapak Don Yesriel Yohan Kusa Banunaek, pewaris Kerajaan Amanatun.

 

 

 

Buku Berharga tentang Sejarah Kerajaan Amanatun - Mengenal Kerajaan Amanatun


Buku ini merupakan informasi berharga mengenai Kerajaan Amanatun, yakni suatu kerajaan yang kini berada di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Kerajaan ini merupakan kerajaan yang penting di Pulau Timor, karena dinasti para penguasanya merupakan keturunan tiga raja besar di Timor. Leluhur raja-raja Amanatun adalah Tnah Pah Banunaek, atau saudara bungsu di antara tiga bersaudara raja besar di Pulau Timor.

Saya mendapatkan buku ini dari pengarangnya sendiri, yakni Yang Mulia Bapak Don Yesriel Yohan Kusa Banunaek, yang merupakan pewaris Kerajaan Amanatun.



Peta di atas menggambarkan wilayah Kerajaan Amanatun beserta daerah kefettorannya.




Simbol Kerajaan Amanatun




Pada buku yang sangat berharga ini, kita dapat memperoleh informasi mengenai raja-raja yang memerintah Amanatun beserta peristiwa penting yang terjadi semasa pemerintahan mereka:


1 Tnai Pah Banunaek
2 Tsu Pah Banunaek
3 Nopu Banunaek
4 Bnao Banunaek I
(Suti Banunaek)
5 Nifu Banunaek
6 Kili Banunaek
7 Bnao Banunaek II (Bnao Naktunmollo)
8 Nono Luan Banunanaek
9 Bnao Banunaek III (Bnao Nifusafe)
10 Bnao Banunaek IV (Raja Bnao Muti)
11 Bab'I Banunaek 1769 - 1808
12 Bnao Banunaek V (Bnao Nunkolo)
13 Muti Banunaek I (Kusat Muti)
14 Loit Banunaek sekitar 1899
15 Muti Banunaek II 1900 - 1915
Usif Kusa Banunaek (wakil raja) 1916 - 1919
16 Kolo Banunaek (Abraham Zacharias Banunaek) 1920 - 1945
17 Lodoweyk Lourens Don Louis Banunaek (Laka Banunaek) 1946 - 1965

Pada masa pemerintahan Usif Nifu Banunaek telah terjalih hubungan dengan para pedagang China. Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Amanatun telah terhubung dengan jalur perdagangan internasional semenjak lama

Buku Kerajaan Luwu: Catatan Gubernur Celebes 1888 D.F. Van Braam Morris



Judul buku : Kerajaan Luwu Catatan Gubernur Celebes 1888 D.F. Van Braam Morris.



Penerjemah: H. A. M. Mappasanda


Penerbit : Toaccae Publishing, Makassar


Tahun terbit: 2007


Jumlah halaman: 96

Dibeli langsung dari penerbitnya

Buku ini mengungkap berbagai aspek Kerajaan Luwu, seperti sejarah, bahasa, sosial kemasyarakatan, sistim pemerintahan, dan lain sebagainya. Bagian sejarah dibuka dengan kisah Batara Guru yang menurunkan Anakaji dan raja-raja Luwu. Pada halaman 13 disebutkan urutan raja-raja Luwu, tetapi tidak begitu lengkap; seperti:

Muhammad Wali Mohiridin Matinrwe ri Wara (raja ke-14)
Abdullah Mohidin Matinrowe ri Malangke (raja ke-15)
Akhmad Nasarudin Matinrowe ri Gowa (raja ke-16)
Sultan Muhammad Matinrowe ri Tampotikka (raja ke-17)
Sultan Muhammad Matinrowe ri Langkana (raja ke-18)
Batara (seharusnya Batari sic) Matinrowe Ritippuluwe, seraya menjadi raja Bone, 1715 - 1748 (Raja wanita ke-18 - seharusnya 19 sic)
Batara (seharusnya Batari sic) Tungka Fatima Matinrowe ri Patiro, 1748 - 1756 (raja wanita ke-20)
La Tanrileleang Maesa Mahfudin Matinroe ri Soreang, 1757 (raja ke-21)
..................................... Matinrowe ri Kalukubodowa (raja ke-22)
La Tenrileleang Maesa Mahfudin Matinrowe ri Soreang (raja ke-23)
La Tanripappang Sultan Abdullah Matrinrowe ri Sabamparu (raja ke-24)
We Tenriyawaru Matinrowe ri Palopo, 1810 - 1825 (raja ke-25)
Yaodanriwu Ande Baru (raja ke-26)
Abdul Karim To Barue Matinroe ri Limpomajang, wafat tahun 1880 (raja ke-27)
Opu Anrong Guru Matinrowe ri Tamalulu, 1880- 1883 (raja ke-28)
La Iskandar Aru Larompong, 1883 - 1888 (raja ke-29)

Karena itu, silsilah dan urutan di atas harus dilengkapi dari sumber-sumber lainnya.


Mengenap bahasa Bugis yang dipergunakan di Luwu, halaman 65 ada menjelaskan sebagai berikut:


"Bahasa Bugis seperti bahasa Makassar termasuk bahasa-bahasa yang dinamai Polynesia..... Seperti bahasa Makassar, maka bahasa Bugis juga sangat miskin kata-kata, untuk mengungkapkan secara umum, tetapi sebaliknya sangat kaya untuk memberitahukan. Demikianlah orang tidak mempunyai kata umum untuk dragen (membawa), tetapi luar biasa banyaknya perkataan untuk berbagai cara orang membawa sesuatu. Selanjutnya kata umum luar biasa banyak kali diturunkan, umpamanya dari bahasa Bugis manu' (ayam), bahasa Bugis "manu'-manu," (burung)."


Selain itu, dalam buku tersebut dideskripsikan pula tentang istana raja Luwu dan juga relasi dengan orang Toraja dan lain sebagainya.


Buku ini patut dimiliki oleh pengamat dan penggemar sejarah. (Ivan Taniputera, 8 Juli 2010).

Minggu, 04 Juli 2010

Belajar Sejarah Perang Dunia II dari TV One

Belajar Sejarah Perang Dunia II dari TV One
Ivan Taniputera (4 Juli 2010)

Pada tanggal 4 Juli 2010, TV One menayangkan acara yang sangat menarik bagi para penggemar sejarah. Acara itu berkenaan dengan latar belakang Perang Dunia II. Berikut ini adalah foto-foto yang diambil dari acara tersebut:


Di atas adalah gambar Henry Puyi, kaisar terakhir Dinasti Qing yang berhasil dibujuk Jepang membentuk negara boneka bernama Manchukuo. Ketika itu Jepang sedang membesar ambisinya dan ingin menaklukkan seluruh Asia.



Di Italia, Benito Mussolini, pemimpin fasis, berhasil merebut kekuasaan dan menjadi perdana menteri di bawah pemerintahan raja Victor Emmanuel II.



Italia melanjutkan aksinya dengan menduduki Italia. Kaisar Haile Selasie dari Ethiopia terpaksa melarikan diri ke Inggris. Liga Bangsa-Bangsa memprotes Italia, namun sia-sia.



Angkatan perang Jerman yang dilucuti akibat kekalahan semasa Perang Dunia I dibangun kembali dan menjadi makin kuat.



Di Spanyol terjadi perang saudara, yang dimenangkan oleh kaum fasis pimpinan Jenderal Franco. Saat itu, Jenderal Franco dibantu oleh Jerman dan Italia. Pihak Republik, musuh Franco, berupaya meminta bantuan Inggris dan Perancis; tetapi gagal.

Di Jerman, Adolf Hitler, pemimpin partai Nazi semakin naik daun. Ia berhasil merebut kedudukan sebagai kanselir (perdana menteri Jerman). Ketika Presiden Paul von Hindenburg wafat karena lanjut usia, Hitler menyatukan jabatan kanselir dan presiden menjadi apa yang dinamakan "Fuehrer."

Nampak Adolf Hitler dengan seragam kebesarannya.

Para jenderal Jerman merupakan tulang punggung Jerman dalam melakukan aneksasi wilayah. Negara pertama yang dicaplok Hitler adalah tanah kelahirannya sendiri, Austria. Baru setelah itu, Jerman menaklukan Sudetenland, Cekoslovakia, Polandia, dan lain sebagainya.




Rabu, 30 Juni 2010

Buku Tentang Pemberontakan Taiping (God’s Chinese Son: The Taiping Heavenly Kingdom of Hong Xiuquan)


Data buku


Judul : God’s Chinese Son: The Taiping Heavenly Kingdom of Hong Xiuquan
Penerbit : W.W. Norton Company Ltd.
Tahun terbit : 1997
Jumlah hal : 400
Dibeli di : Periplus


Merupakan buku yang bagus mengenai sejarah pemberontakan Taiping. Dimulai dari sebelum hingga akhir pemberontakan tersebut.


KUTIPAN-KUTIPAN DARI BUKU GOD’S CHINESE SON




Hal 16




[Tentang Liang Afa]




To deepen his understanding of Christian missionary work in China, Stevens has talked as length with a Chinese Christian from Canton, Liang Afa. Born in 1789 to a poor family, Liang received only for years of schooling before he had to find work, first as a maker of writing brushes, and then as a carver of the wooden blocks used in book printing




Liang Afa ini yang kemudian menulis traktat berjudul “Good Words of Exhorting the Age.”


Hal 17




Liang Afa dibaptis pada tahun 1816. Ia lalu mulai menulis traktat dalam bahasa Mandarin "An Annotated Reader for Saving the World." Traktat ini terdiri dari 37 halaman. Isinya membahas mengenai:




1.Kekuasaan Tuhan sebagai pencipta.
2.Sepuluh Perintah Allah.
3.Kutipan-kutipan dari Surat-surat Paulus guna menjelaskan mengenai amarah dan kasih Tuhan.


“Good Words of Exhorting the Age” karya lain Liang Afa baru ditulis tahun 1832. Judulnya dalam bahasa Mandarin adalan Quanshi liangyan – and after asking the Chinese-speaking Westeners missionaries to check it over for theological faults, Liang printed the book in Canton the same year.




Hal 22




Hong Huoxiu, the future Heavenly King, comes to Canton for the Confucian state examinations in the early spring of 1836…….


In the years that he has been preparing for the examinations, Hong has been surrounded by his family – his father, who has remarried after Hong’s mother death…….


Hong also has his own new bride, named Lai, whom he married after the first young woman his parents arranged for him to marry died at an early age.




Hal 24


Hong is the scholar of the family, and his relatives all wish him well, even though there is too little income from the family farming to keep him as a full time student. Hong teaches in the village school – where as well as small sums in cash the payment is in food, lamp oil, salt, and to – to earn the extra that he needs.




Hal 25


Hong’s ancestors migrated here from the northeastern part of Guangdong province in the 1680s, just as the new county was being formed…..


The Hongs are Hakkas – “guest people” – as they are called in the local dialect of Canton, or “Nyin-hak,” as they call themselves in their own dialect


Hal 32




As Hong remembers it, he does not read Liang’s set of tracts carefully, but gives “a superficial glance at their contents.” What exactly does Hong see? He does not say. But there, in the table of contents, is the Chinese character for Hong’s own name. The character is sharp and clear, as the fourth item in the fourth tract. The literal meaning of Hong’s name is “flood,” and the heading says that the waters of a Hong have destroyed every living thing upon the earth. The passage in the tract itself repeats this startling news, and states that this destruction was ordered by Ye-huo-hua, the god’s who created all living creatures. The Chinese transliteration for this god’s name is Ye-huo-hua, the middle syllable of which – “Huo,” or “fire” – is the same as the first syllable of Hong’s given name, Houxiu. So Hong shares this god’s name. There is flood, there is fire. And Hong Huoxiu, in some fashion, for some reason, partakes of both.


Hal 51



It is in 1843, in the summer, that Hong Xiuquan realizes he has the key ini this own hand; it has been there all the time for seven years. Enmeshed as he has been in the rhtythms of state-sponsored ceremonial, examinations, and family, his dream has stayed fastened ini his mind in all its detail, but still without clear explanation. A friend and distant relative named Li Jingfang, ini whose family Hong has been teaching, drops by Hong’s house, sees an odd-looking book, and asks for the loan of it, which Hong as casually grants. The book is Liang Afa’s set of nine tracts, “Good Words of Exhorting the Age, “brought home by Hong in 1836, and since then neither read nor thrown away. Li Jingfang read the tracts with rapt attention. Returning to Hong’s home, he urges that he read it too. Hong does.


Traktat Liang itu sesuai dengan pemikiran Hong dalam berbagai hal, karena isinya berpusat pada asal muasal kejahatan, dan arti kebajikan.

Kunjungan ke Jateng Fair 2010

KUNJUNGAN KE JATENG FAIR (PRPP) 2010.


Ivan Taniputera (27 Juni 2010)

Jateng Fair 2010 merupakan acara yang bertujuan memperkenalkan potensi Propinsi Jawa Tengah. Pada tanggal 27 Juni 2010 saya melakukan kunjungan ke festival yang diadakan di arena PRPP ini.

Kita dapat menyaksikan berbagai produk, baik berupa kerajinan, makanan, dan lain sebagainya, yang dihasilkan oleh kabupaten-kabupaten di Jateng.


Gambar di bawah ini memperlihatkan contoh kerajinan yang berbentuk singa.



Kerajinan singa pertama berbahan batu, sedangkan yang kedua berbahan ijuk.

Selain itu, dapat disaksikan pula berbagai alat-alat peraga yang berkaitan dengan fisika dan matematika



Sebagai contoh, alat peraga pertama bertujuan memperlihatkan jumlah bayangan yang dibentuk dua cermin apabila ditempatkan membentuk dua sudut satu sama lain.

Jumlah bayangan dapat dihitung dengan rumus (360 derajat/ besar sudut antar cermin) - 1

Alat peraga kedua memperlihatkan mengenai segitiga yang bagian-bagiannya disudun dengan tepat dapat memenuhi persegi empat yang berada di sampingnya.







Hal menarik lainnya kita dapat berfoto bersama hewan-hewan seperti ular, burung kakaktua, dan burung elang. Kesempatan seperti ini sangat bermanfaat menumbuhkan rasa cinta terhadap hewan-hewan.



Yang tak kalah menariknya adalah pameran lukisan hantu Nusantara.