Senin, 07 Maret 2011

Diskusi Sejarah Simalungun


Diskusi Sejarah Simalungun
Ivan Taniputera (1 Maret 2011)
Sejarah kerajaan-kerajaan di Simalungun sangatlah menarik. Oleh karena itu, saya bermaksud mendiskusikannya secara lebih terperinci pada kesempatan kali ini. Sebelumnya penulis mengucapkan terima kasih pada Bapak Parlindungan Damanik, Bapak Masrul Purba Dasuha, dan Bapak Dori Girsang atas bantuan literatur-literatur berharga yang memungkinkan terciptanya tulisan ini.
1.Kerajaan Nagur (500-1290)
Banyak buku sejarah yang mengawali sejarah Simalungun dengan mengulas mengenai Kerajaan Nagur, yang dikatakan berdiri di tahun 500. Apabila benar berdiri pada tahun 500 hingga 1290, tentu kerajaan ini berdiri hampir bersamaan dengan Sriwijaya. Sayangnya, buku Sejarah Nasional Indonesia belum banyak membahas mengenai kerajaan ini. Keberadaan kerajaan ini padahal memang tercatat dalam beberapa sumber sejarah, seperti Marcopolo, Buzurug bin Syahriar (Persia), Ferdinand Mendez Pinto (Portugis), berita China, dan lain sebagainya.
Permasalahan yang ada dengan sejarah Nagur adalah minimnya informasi mengenai sejarah kerajaan tersebut. Nama raja Nagur yang diketahui hanyalah Marahsilu atau Sorotilu, yang tak lain dan tak bukan adalah raja Nagur terakhir. Siapakah pendiri Kerajaan Nagur dan bagaimana pendiriannya tidaklah diketahui dan masih berada dalam bayang-bayang sejarah.  Hal ini tentunya merupakan pekerjaan rumah bagi para sejarawan dan penggalian arkeologis di masa mendatang. Diharapkan penelitian lebih lanjut akan sanggup mengungkapkan lebih banyak mengenai Nagur.
Apabila Kerajaan Nagur eksis antara 500-1290 dan satu generasi diperkirakan 30 tahun, maka sekurangnya telah ada 26 generasi yang memerintah Nagur. Mengungkapkan raja-raja ini satu persatu tentulah merupakan pekerjaan yang berat. Apakah nama-nama raja Nagur akan selamanya berada dalam bayang-bayang kegelapan sejarah?
Nagur disamakan dengan Negeri Parpandanan Na Bolak, sebagaimana yang terdapat dalam buku Sejarah Simalungun, karya D. Kenan Purba SH. & Drs. J.D. Purba. Meskipun demikian di dalam wiracarita yang luar biasa tersebut banyak dibumbui oleh hal-hal yang berbau mitos.
2.Akhir Kerajaan Nagur
Terdapat berbagai sumber yang menjelaskan mengenai akhir Kerajaan Nagur.
a.Marahsilu, raja Nagur terakhir, masuk agama Islam dan menjadi sultan pertama Samudera Pasai (dengan gelar Sultan Malik al Saleh). Jika demikian, dapat disimpulkan bahwa Samudera Pasai merupakan penerus Nagur. Sumber: Jalannya Hukum Adat Simalungun, halaman 33. Masih menurut buku yang sama, raja-raja Nagur bermarga Damanik Nagur.
b.Sumber lain menyebutkan bahwa Tuan Si Pinang Sori, pendiri Kerajaan Raya menikah dengan puteri raja Nagur (Bou Nagur)-lihat Jalannya Hukum Adat Simalungun, halaman 33. Padahal dari Tuan Si Pinang Sori hingga raja terakhir, (Tuan Yan Kaduk Saragih Garingging hanya dianggap sebagai pemangku raja saja) terdapat 16 generasi. Jadi kurang lebih 480 tahun. Oleh karena itu, Kerajaan Nagur tidak boleh dianggap benar-benar berakhir pada abad ke-13. Yang dimaksud Nagur di sini tentunya adalah kerajaan penerus Nagur.
c.Nagur diteruskan dan beralih nama menjadi Nagur Bolag Silou, yang merupakan negara konfederasi. Oleh pengaruh Aceh konfederasi ini dipecah menjadi empat kerajaan yang merdeka, yakni Silou, Panei, Siantar, dan Batangiou (kelak menjadi Tano Jau atau Tanah Jawa)-sumber: Kerajaan Silou: Historiae Politica, halaman 1).
d.Nagur terbagi menjadi lima, yakni
(i)Silou yang kemudian menjadi Dolok Silou.
(ii)Kerajaan Raya Kahean (marga Saragih); kemudian terbagi menjadi Panei (marga Purba) dan Raya (marga Saragih Garingging).
(iii)Kerajaan Jumorlang, kemudian menjadi Kerajaan Siattar (Siantar) yang bermarga Damanik.
(iv)Kerajaan Hoyong Hataran, bekas Kerajaan Batangiou, yang bermarga Sinaga.
(iv)Kerajaan-kerajaan Pardabbanan, yang kelak menjadi wilayah Kesultanan Asahan dan Kota Pinang.
CATATAN: Jumorlang ini sebenarnya lebih tepat disebut partuanon yang menjadi bagian Nagur (lihat Sejarah Simalungun, karya D. Kenan Purba dan Drs. J.D. Purba, halaman 29).
e.Menurut buku Sejarah Simalungun, buah karya D. Kenan Purba, SH. dan Drs. J.D. Poerba, halaman 5, disebutkan bahwa Kerajaan Nagur berakhir tahun 1367. Dalam buku yang sama dijelaskan bahwa menjelang permulaan abad ke-13 Nagur mulai merosot kekuasaannya (halaman 16). Nagur terlibat perselisihan dengan Samudra Pasai, yang rajanya merupakan menantu raja Nagur. Sang Ni Alam (Malikul Saleh) menikah dengan Sang Mainim, puteri Sang Ma Jadi, raja Nagur. Data ini tentunya bertentangan dengan poin 2.a di atas, karena Sultan Malikul Saleh bukanlah raja Nagur melainkan menantunya saja. Pada tahun 1295 disebutkan bahwa wilayah Nagur telah makin mengecil, karena rajanya hobi bermain catur (halaman 17). Di sebelah barat Nagur mulai berdiri kerajaan Lingga, yang wilayahnya terhampar luas dari Tanah Karo hingga Gayo/ Alas di Aceh.
            Pada tahun 1275, Raja Kertanegara dari Singasari mengirimkan ekspedisi Pamalayu guna menaklukkan kerajaan-kerajaan di Sumatera. Guna mengamankan hasil ekspedisi tersebut dikirim pasukan Singasari di bawah pimpinan Indrawarman ke Dharmasraya di Jambi. Terjadi peralihan dan perebutan di Jawa yang akhirnya memunculkan Majapahit. Indrawarman tidak mau tunduk lagi pada Majapahit dan mendirikan Kerajaan Silou pada tahun 1295. Dengan demikian, di bekas wilayah kerajaan Nagur ini telah berdiri empat kerajaan, yakni Nagur sendiri, Samudera Pasai, Harou, dan Silou.
            Pada tahun 1357 berdiri lagi kerajaan Batangiou, yang menurut legenda berasal dari putera raja yang dibuang karena berdasarkan ramalan ia akan mendatangkan malapetaka bagi kerajaan.
            Pada tahun 1367 terbentuk federasi kerajaan yang bernama Batak Timur Raja (lihat halaman 23), yang beranggotakan: Nagur, Silou, Batangiou, dan Harou. Inilah yang disebut Raja Na Opat fase pertama. Belakangan, kedudukan Harou tidak lagi dimasukkan dalam Raja Na Opat, karena telah menganut agama Islam.
3.Kerajaan Sitanggang
Berbeda dengan sumber-sumber di atas, buku Kolonialisme dan Etnisitas: Batak dan Melayu di Sumatera Timur Laut, halaman 138, menyebutkan lagi mengenai keberadaan Kerajaan Sitanggang di samping Nagur. Jadi pada mulanya di Simalungun selain Kerajaan Nagur terdapat pula Kerajaan Sitanggang. Sumber lain menyatakan bahwa Sitanggang ini ada kaitannya dengan Kerajaan Tanah Jawa yang berdiri belakangan.
4.Diskusi Sementara
Setelah mencermati data-data di atas, nampak sekali bahwa merekonstruksi sejarah awal Tanah Simalungun sangatlah rumit dan laksana menyatukan kepingan-kepingan puzzle, yang bahkan nampaknya tidak bersesuaian satu sama lain. Pertanyaan pertama adalah, apakah Nagur merupakan satu-satunya kerajaan awal di Simalungun? Jika benar ada Kerajaan Sitanggang di samping Nagur yang kelak menjadi Kerajaan Batangiou, lalu Hoyong Hataran, dan akhirnya Tanah Jawa, maka tidak benar bahwa Nagur telah terpecah menjadi salah satunya Batangiou, karena kerajaan itu eksis bersamaan.
Kedua, kerajaan-kerajaan pecahan Nagur di poin 2b dan 2c tidaklah sepenuhnya sama.  Kita akan mencoba mediskusikan tentang Kerajaan Panei terlebih dahulu.
5.Kerajaan Panei
Leluhur Panei konon adalah putera bungsu yang tidak disebutkan namanya berasal dari kampung Suba Nabolak (lihat Sejarah Batak, halaman 172). Ia tidak puas dengan kakaknya dan pergi merantau, yakni ke arah Timur. Ia lalu tiba di kampung atau dusun raja nagur dekat Pematang Pane saat ini. Jadi berdasarkan informasi ini, pendirian kerajaan Pane saat Nagur masih eksis. Apakah pendirikannya juga ditempatkan di abad ke-13? Masih menurut Sejarah Batak, raja Panai kedua bergelar Marsita Juri atau Parhuda Sitanjur dan ditempatkan di abad ke-19! Oleh karena itu, sumber tersebut nampaknya mengandung kesalahan. Sumber lain menyatakan bahwa telah ada 15 generasi yang memerintah Panai, hingga rajanya yang terakhir, Tuan Marga Bulan. Oleh karena itu, Panei diperkirakan telah berdiri kurang lebih 450 tahun (1946-450=1496). Jadi bila dikatakan Panei merupakan pecahan Nagur, ada rentang waktu sekitar 200 tahun antara keruntuhan Nagur dan berdirinya Panei. Apakah mungkin telah terjadi pergantian dinasti di Panei? Dalam kurun waktu 200 tahun itu diperkirakan ada sekitar 6-7 raja yang tak dikenal lagi.
Sumber lain menyebutkan bahwa raja Panei pertama, Tuan Suha Bolag Sidasuha merupakan saudara Tuan Rubun, raja Silo Dunia. Menurut silsilah yang disarikan dari buku Kerajaan Silou: Historiae Politica, terdapat 9 generasi hingga raja Dolok Silou terakhir, Tuan Bandaralam (1942-1947)-selaku keturunan ke-9 dari Tuan Rubun. Sementara itu, di Panei sendiri telah berlangsung 15 generasi. Adanya perbedaan sebanyak 6 generasi (kurang  lebih 180 tahun) tentu tidak mungkin, sehingga tentu ada nama-nama raja yang kurang atau tak diketahui lagi namanya.
6.Kerajaan Batak Timur Raja dan Kerajaan Raya
Dalam merekonstruksi sejarah Tanah Simalungun, kita perlu mencari suatu acuan atau kerangka yang pasti. Salah satu acuan yang bisa dipakai adalah serangan Aceh terhadap Kerajaan Batak Timur Raja (Lingga Timur Raja atau Aru atau Purba Raja) pada tahun 1539. Raja Batak Timur raja ketika itu bernama Maharaja Agy Sry Timur Raja (Sejarah Karo dari Zaman ke Zaman, jilid 1, halaman 11) gugur bersama tiga puteranya. Hal ini juga telah diverifikasi oleh laporan Mendez Pinto dari Portugis. Ia meriwayatkan bahwa ipar raja bernama Aquarem Dabolay mengirim surat memohon bala bantuan dalam bahasa Melayu kepada Portugis. Aquarem Dabolay ini diidentifikasi sebagai Tuan Anggrahim Nabolon atau Tuan Raya Simbolon, yakni raja Raya ketiga. Dengan demikian Raya telah ada semenjak abad ke-16.
Dengan demikian, raja Raya pertama Si Pinang Sori boleh ditempatkan di abad ke-15. Berdasarkan daftar raja-raja Raya yang penulis miliki, terdapat 16 generasi raja Raya (jika Tuan Yan Kaduk Saragih Garingging hanya dianggap sebagai pemangku saja). Enam belas generasi itu akan memakan waktu kurang lebih 480 tahun. Jadi kerajaan ini didirikan pada 1940-480=1460, yakni abad ke-15. Dengan demikian, ini sangat cocok dengan sumber Portugis. Dengan demikian, kronologi Raya boleh kita jadikan acuan.
7.Kerajaan Purba dan Panei
Leluhur Kerajaan Purba berasal dari daerah Pakpak dan dinamakan Pangultob-ultob. Ia kemudian mengabdi pada Tuan Naguraja dan diangkat sebagai menantunya. Pada perkembangan selanjutnya, sewaktu mengejar seekor burung, dalam perjalanan pulangnya ia tersesat ke kampung Simalobang, daerah kekuasaan Kerajaan Panei (lihat Sejarah Simalungun karya T.B.A. Purba Tambak, halaman 110). Oleh karenanya Kerajaan Panei tentunya telah ada lebih dahulu dibanding Purba. Raja Panei telah ada 15 generasi, sedangkan Purba telah ada 14 generasi.
Berdasarkan perkiraan Kerajaan Purba berdiri pada kurang lebih 1526 (1946-14x30). Sementara itu, seperti yang telah diungkapkan di atas, Kerajaan Panei berdiri kurang lebih 1496. Jadi memang benar bahwa Panei telah berdiri lebih dahulu.
8.Kerajaan Silou
Sejarah Dolog Silou mencatat bahwa pada tahun 1615 yang dijadikan permaisuri utama (Puang Bolon) Tuan Sindarlela adalah putri raja Nagur (lihat Sejarah Simalungun, karya D. Kenan Purba, SH & Drs. J.D. Poerba, halaman 28). Tuan Sindarlela adalah kakek Tuan Rubun, saudara raja Panei pertama. Data ini nampaknya bertentangan dengan catatan-catatan di atas, karena bila Tuan Sindarlela hidup di abad ke-17, maka keturunannya tentu lebih kemudian lagi. Padahal, Kerajaan Panei diperkirakan berdiri 1496. Oleh karenanya, timbul ketidak-cocokan di sini. Selain itu, disebutkan bahwa ayah Tuan Sindarlela yakni Tuan Horsik (Jigou) disebutkan hidup pada tahun 1450 (halaman 26), jadi tidak mungkin apabila Tuan Sindarlela hidup di abad ke-17. Tuan Sindarlela seharusnya diperkirakan hidup pada tahun 1480-an. Barulah dengan demikian, silsilah Silou akan bersesuai dengan Panei.
9.Kerajaan Tanah Jawa
Seperti yang telah dikemukakan di atas, telah terjadi beberapa kali pergantian kekuasaan di Tanah Jawa. Yang pertama ada di kawasan ini adalah Batangiou, yang berubah menjadi Hoyong Hataran, dan belakangan menjadi Tanah (Tano Jawa).
Pada buku Jalannya Hukum Adat Simalungun halaman 56, dikisahkan bahwa raja Buhit Nabolag memiliki seorang anak yang semenjak masa mudanya telah mengembara ke sana kemari. Ia akhirnya tiba di Negeri Urat dan diangkat sebagai anak oleh penguasa negeri tersebut. Ia akhirnya kembali ke negerinya. Ternyata itu adalah saat yang tepat, karena kerajaan ayahnya direbut oleh panglima perang bernama Sitanggang dalam legenda tupai bersuara manusia. Pengembara itu, akhirnya berhasil merebut kembali kerajaan ayahnya dalam legenda selendang menjadi ular dan menjadi raja Kerajaan Hoyong Hataran.
Sementara itu,menurut buku Sejarah Simalungun, karya T.B.A Purba Tambak, halaman 40, disebutkan bahwa leluruh Kerajaan Tanah Jawa berasal dari Urat. Konon terdapat tiga orang bersaudara, dengan kakak sulung mereka bernama Muharaja. Ia lantas membentuk perkampungan Dolok Panribuan. Muharaja kerap berdagang rotan. Suatu kali tibalah ia di negeri raja Sitanggang. Oleh raja, ia lantas dijadikan juru penyadap tuak. Menurut legenda tupai yang bersuara “tor-gotok-gotok.. tor gotok gotok,” Muharaja akhirnya berhasil menjadi raja menyingkirkan raja Sitanggang.
Apabila kita menghitung generasi raja-raja Tanah Jawa, yakni (1) Muharaja, (2) Sorgalawan, (3) Jontabulan, (4) Sorgahari, (5) Usul, (6) Jintanari, (7) Hora Timbul Majadi, (8) Padang Rangin atau Podangrani, (9) Tuan Raja Maligas, (10) Tuan Jintar, (11) Tuan sang Majadi, dan (12) Tuan Kaliamsyah, maka dinasti Kerajaan Tanah Jawa yang sekarang mulai berkuasa sekitar tahun 1586.
10.Kerajaan Siantar (Siattar)
Menurut silsilah yang ada di buku Raja Sang Naualuh, karya Jahutar Damanik, telah ada 15 raja yang memerintah Siantar (menurut Bapak Masrul Purba Dasuha ada 18 raja tidak termasuk pemangku). Sang Naualuh sendiri adalah raja ke-14 menurut Jahutar Damanik, atau raja ke-17 menurut Bapak Masrul Purba Dasuha. Apabila Sang Naualuh memerintah 1889-1906, diperkirakan Siantar berdiri pada 1469 atau 1379. Pendiri Siantar, Raja Namartuah atau Puanglima Parmata Tunggal konon adalah putera mahkota raja Nagur terakhir (Raja Sang Naualuh, halaman 37). Ia kemudian mengalahkan Tuan Jumorlang (penguasa Partuanon Jumorlang) dan menjadi raja Siantar pertama.
11.Kerajaan Silimakuta
Terdapat tujuh generasi raja yang memerintah Silimakuta. Oleh karenanya Si Girsang, pendiri Kerajaan Silimakuta, diperkirakan hidup pada abad ke-18.
12.Saran Kronologi Kerajaan-kerajaan di Simalungun
Berikut ini, penulis menyarankan kronologi kerajaan-kerajaan di Simalungun. Tentu saja kronologi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan penelaahan lebih lanjut. Kritik dan saran dari para pembaca sangatlah penulis harapkan demi makin jelasnya sejarah,


 Perlu diadakan penelitian arkeologis lebih lanjut guna mengungkapkan nama-nama raja dan kerajaan yang belum ditemukan hingga saat ini. Kemudian perlu diadakan penelitian lebih intensif terhadap berbagai pustaha yang berisikan sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
Damanik, Jahutar. Jalannya Hukum Adat Simalungun, P.D. Aslan, 1974.
---------------------. Raja Sang Naualuh, Medan, 1981.
Girsang, DJarani. Tuan Parpandanan Nabolak. YAKIN, 2009.
Purba, D. Kenan & Poerba, Drs. J.D. Sejarah Simalungun, Bina Budaya Simalungun, 1995.
Purba Tambak, Herman. Kerajaan Silou: Historiae Politica.
Purba Tambak, T.B.A. Sejarah Simalungun
Putro, Brahma. Sejarah Karo dari Zaman ke Zaman, Penerbit Ulih Saber, Medan, 1995.
Sangti, Batara. Sejarah Batak, Karl Sianipar Company, Balige, 1978.