Jumat, 02 Agustus 2013

MAKNA JIKA RUPANG ATAU BENDA KEPERLUAN PUJA ANDA PECAH

MAKNA JIKA RUPANG ATAU BENDA KEPERLUAN PUJA ANDA PECAH

Artikel Dharma ke-2, Agustus 2013

Ivan Taniputera
2 Agustus 2013





Beberapa bulan yang lalu salah sebuah rupang yang saya miliki jatuh dan patah tangannya. Beberapa hari yang lalu juga ada rupang lain yang jatuh dan pecah. Sebelumnya, saat menghadapi hal semacam itu, saya selalu timbul kekhawatiran dan bertanya-tanya, "Pertanda apakah ini?" Salah seorang teman juga pernah menanyakan hal yang sama pada saya, saat lonceng (gantha) yang dipakainya berpuja bakti terjatuh dan patah. Ada pula kawan yang piring tempat meletakkan persembahannya jatuh dan pecah. Semua akan bertanya-tanya dengan penuh kekhawatiran, "Pertanda apakah ini?"

Saya berupaya merenungkannya dan akhirnya tiba pada suatu penyadaran bahwa benda jatuh dan pecah adalah sesuatu yang sangat WAJAR, karena hakikat segala sesuatu adalah ANICCA atau tidak kekal. Hakikat sebuah rupang adalah anicca. Hakikat sebuah gantha adalah anicca. Hakikat sebuah piring adalah anicca. Bahkan diri kita semua adalah anicca. Segala sesuatu adalah obyek perubahan. Benda jatuh dan pecah adalah manifestasi perubahan tersebut. Tiada sesuatupun yang dapat bertahan selamanya di tengah-tengah samsara ini.

Pertanda apakah jika rupang atau benda keperluan sembahyang atau puja Anda pecah? Kita tidak tahu secara pasti. Namun yang kita tahu secara pasti, bahwa pecah dan rusaknya benda tersebut mencerminkan hakikat anicca. Jadi jika rupang atau benda keperluan sembahyang Anda pecah, anggaplah bahwa Guru, Buddha, dan Bodhisattva sedang mengajarkan kita mengenai hakikat anicca.

Alih-alih merasa ketakutan, marilah kita menjadikannya sebagai renungan bagi hakikat ketidak-kekalan segala sesuatu di jagad raya ini.

Demikianlah semoga menjadi renungan yang bermanfaat.