Sabtu, 14 Desember 2013

PENDIDIKAN DI JERMAN TIDAK MENGENAL OSPEK

PENDIDIKAN DI JERMAN TIDAK MENGENAL OSPEK

Ivan Taniputera
15 Desember 2013


Gambar kampus tempat saya dahulu menuntut ilmu.
Sumber gambar (Quelle): http://www.beuth-hochschule.de/fileadmin/bild/schmuck/Studierende_auf_Beuth-Betonkunstwerk.jpg

Ospek merupakan tema yang sedang hangat dibicarakan dewasa ini. Oleh karenanya, di hari Minggu ini saya hendak mengenang masa-masa awal saya kuliah di Jerman. Pendidikan di sana tidak mengenal yang namanya ospek. Secara umum, studi di Jerman langsung diisi dengan perkuliahan biasa, kecuali hari pertama yang hanya berisikan perkenalan. Namun jika tidak hendak mengikutinya pun tidak masalah. Berikut ini adalah pengalaman saya hari pertama kuliah.

Kuliah perdana biasanya dibuka dengan ceramah oleh wakil organisasi mahasiswa (AstA) senior, yang menjelaskan mengenai bagaimana seluk beluk perkuliahan di university of applied science. Yang saya masih ingat adalah dibagikannya gambar kartun perbedaan antara orang yang sanggup bekerja kelompok (team work) dan yang hanya mau bekerja sendirian (single fighter). Dalam kartun tersebut orang yang bekerja sendirian digambarkan sedang berlari di atas air, namun lama kelamaan tenggelam; sedangkan orang yang sanggup bekerja kelompok masih akan sanggup bertahan hingga akhir. Dengan demikian, sedari awal kuliah, sudah ditekankan mengenai pentingnya kerja kelompok.

Selanjutnya diadakan permainan dengan tugas sebagai berikut, namun jika kita tidak mau ikut juga tidak apa-apa:

1.Menghitung jumlah tangga di gedung-gedung yang ada di kampus. Yang saya ingat adalah gedung Beuth dan Gauss. Sebenarnya masih ada kurang lebih tiga gedung lagi yang saya tidak ingat namanya. Sepintas tugas ini memang berat, kita harus mendaki satu bersatu anak tangga, apalagi kalau tingkatnya tinggi. Tetapi sebenarnya tidak demikian, kita hanya perlu menghitung jumlah anak tangga di satu tingkat masing-masing gedung saja dan setelah itu dikalikan dengan jumlah tingkatnya. Ini sebenarnya hanya sarana melatih logika saja, sehingga kita belajar menggunakan otak kita.

2.Meminta cap dari 5 perpustakaan yang ada di kampus. Ini sebenarnya sangat baik, karena kita jadi mengetahui di mana letak seluruh perpustakaan kampus. Terbukti selama kuliah meminjam buku dari perpustakaan amat sangat berguna dan membantu studi saya. Dari masa kuliah empat tahun, saya dapat menyelesaikannya hanya dalam waktu 3,5 tahun atau menghemat satu semester.

Di antara dua tugas itu, saya hanya menyelesaikan yang kedua saja. Setelah itu juga hasilnya tidak begitu dipentingkan. Para mahasiswa baru kembali, berbincang-bincang sebenar, dan kemudian makan siang.

Berikutnya adalah kuliah Matematika I, dosen masuk dan langsung mengatakan bahwa hari itu ia akan memberikan ujian matematika, padahal baru hari pertama kuliah. Para mahasiswa baru langsung mengomel, "huuuu..." Tapi kertas ujian dibagikan juga. Ternyata, soalnya luar biasa sulit, terdapat integral yang rumit-rumit. Saya juga sudah banyak lupa cara-cara mengerjakan integral, karena selama setahun sebelum kuliah saya menghabiskan waktu saya belajar bahasa Jerman. Kami hanya diberi waktu mengerjakan selama 15 menit. Akhirnya di antara sekian soal yang ada (jumlah soalnya saya lupa), saya hanya sanggup mengerjakan satu soal saja, itu pun tidak sempurna. Kemudian setelah hasil ujian dikumpulkan, sang dosen baru berkata, "Yang tadi itu saya bercanda. Ini cuma ujian pura-pura saja. Saya yakin kalian tidak bisa menyelesaikannya, karena ini bahan semester II. Baik cukup sampai di sini saja. Hari ini tidak ada kuliah." Para calon mahasiswa baru banyak yang tertawa, sementara saya merasa bersyukur karena ternyata hanya pura-pura. Saya sudah khawatir kalau tidak lulus.

Demikianlah suasana hari perdana kuliah di University of Applied Science atau yang dalam bahasa Jerman disebut Technische Fachhochschule. Hari kedua dan seterusnya sudah merupakan perkuliahan normal.  Dari sini kita dapat mempelajari bahwa pendidikan di Jerman tidak ada hal yang bertele-tele. Semuanya tepat guna. Tidak ada ospek atau kegiatan yang membuang-buang waktu lainnya. Hari kedua sudah langsung kuliah. Inilah yang harus kita contoh dari pendidikan di Jerman. Ospek harus dihapuskan. Jika bangsa kita ingin maju, maka pendidikan harus tepat guna dan dapat membawa kita menuju bangsa yang sadar serta menguasai sains. Seorang mahasiswa harus benar-benar kuliah bukan bermain-main, barulah dengan demikian kualitas pendidikan di negara kita akan meningkat.

Jika ingin memperbaiki mutu pendidikan barangkali sudah saatnya kita menengok ke Jerman. Pendidikan di sana adalah gratis, karena merupakan wujud hak azasi manusia menuju kehidupan lebih baik. Paling tidak jika belum mampu mengupayakan pendidikan gratis, kita harus mempelajari dan mencoba menerapkan sistim pendidikannya di negara kita. Sudah saatnya bangsa kita bersiap tinggal landas menuju bangsa ilmu pengetahuan di abad ke-21 ini.