Sabtu, 27 Juni 2015

HAPUSKAN PERBEDAAN SEKOLAH FAVORIT DAN TIDAK FAVORIT

HAPUSKAN PERBEDAAN SEKOLAH FAVORIT DAN TIDAK FAVORIT

Ivan Taniputera
26 Juni 2015


Akhir-akhir ini saya membaca di surat kabar hal yang mengganggu pikiran saya, yakni mengenai adanya sekolah "favorit" dan "tidak favorit." Sekolah-sekolah yang dijuluki sebagai "favorit" kebanjiran siswa, sedangkan sekolah-sekolah yang "tidak favorit" harus berjuang keras agar mendapatkan siswa. Ini merupakan kenyataan yang tidak sehat bagi dunia pendidikan di negara kita. Terlebih lagi, hal ini bertentangan dengan prinsip pemerataan dalam dunia pendidikan. 

Adanya sekolah yang disebut "favorit" dan "tidak favorit" itu merupakan anomali dalam dunia pendidikan yang seharusnya tidak ada. Memang benar, bahwa "favorit" dan "tidak favorit" itu sebenarnya bukan sebutan resmi, melainkan berakar dari kesan atau imaji masyarakat sendiri. Meski hal tersebut berasal dari imaji masyarakat sendiri, tetap saja itu bukan merupakan sesuatu yang sehat dalam dunia pendidikan. Anomali atau penyakit ini tentu saja harus dihapuskan demi menciptakan kemajuan dalam dunia pendidikan.

Kalau kita benar-benar serius hendak memperbaiki pendidikan di negeri kita, maka predikat sekolah "favorit" dan "tidak favorit" harus dihapuskan. Semua sekolah harus menjadi "favorit." Ini adalah tantangan bagi pemerintahan yang baru. Saya bukan pakar dalam pendidikan. Namun suatu standar dalam bidang pendidikan, seharusnya ada (atau mungkin sudah ada). Dengan adanya standar tersebut, maka semua sekolah seharusnya sama dan tidak ada lagi "favorit" maupun "tidak favorit."

Adanya kesan "favorit" dan "tidak favorit" itu mencerminkan tidak adanya standar, atau standar sudah ada tetapi belum berjalan dengan baik. 

Mendapatkan pendidikan yang terbaik adalah hak setiap warga negara. Jika masuk sekolah "favorit" adalah "keberuntungan dan masuk sekolah "tidak favorit" merupakan "kemalangan atau ketidak-beruntungan," maka tentu saja adalah sungguh dikasihani orang-orang tidak beruntung masuk sekolah "tidak favorit." Dengan demikian, ini sekali lagi bertentangan dengan prinsip kesempatan memperoleh pendidikan terbaik.

Pemerintah harus mempunyai ketegasan dan mewujudkan pemerataan dalam bidang pendidikan. Setiap sekolah seharusnya mempunyai kualitas yang sama, sehingga tidak ada lagi sekat pembatas berupa "favorit" dan "tidak favorit."

Apalagi sekat "favorit" dan "tidak favorit" akhirnya menjadi ajang mendulang uang. Sekolah yang "favorit" akan mematok uang pendaftaran, uang gedung, dan uang sekolah yang relatif tinggi. Pendidikan menjadi ajang bisnis. Ini sekali lagi bertentangan dengan prinsip pemerataan  serta keadilan dalam bidang pendidikan.