Minggu, 30 Agustus 2015

SEDIKIT BELAJAR DARI KITAB MENGZI

SEDIKIT BELAJAR DARI KITAB MENGZI

Ivan Taniputera
30 Agustus 2015




Pada kesempatan kali ini saya akan belajar dari Kitab Mengzi (Hokkian: Bing Cu). Kitab Mengzi merupakan bagian Kitab Su Si, yakni selaku pedoman hidup bagi para penganut Agama Khong Hu Cu (Kong Fuzi).  Meski bukan merupakan penganut Agama Khong Hu Cu, saya tetap dapat menyarikan berbagai pelajaran berharga darinya. Belajar itu hendaknya terbebas dari berbagai sekat. Kita bisa menarik pelajaran berharga dari mana pun juga.

Saat menikmati keindahan bunga di taman, kita tidak perlu menanyakan milik siapakah taman itu. Hanya nikmati saja keindahan bunga di taman tersebut. Tidak lebih tidak kurang.

Terjemahan Kitab Mengzi yang dipergunakan bagi artikel ini adalah Kitab Bing Tjoe "yang disalin dan diterangken oleh G.T. Tan-Soerabaia, 1936.

Kita akan mengawali pelajaran kita dari jawaban Mengzi terhadap pertanyaan Raja Liang Hwie Ong. Ketika itu, raja bertanya mengenai nasihat yang menguntungkan bagi negerinya. Kendati demikian, Mengzi menjawab:

"Baginda boeat apatah moesti oetjapken itoe perkataan "mengoentoengken". Boeat mengatoer negri tjoema Prikeboedian dan Ka'adilan sadja jang haroes di oetamaken.

Apa yang disampaikan oleh Mengzi itu adalah sungguh tepat adanya. Prikeboedian (Ren) dan Ka'adilan (Yi) adalah sesuatu yang diperlukan dalam mengatur negeri. Artinya para penyelenggara pemerintahan negara harus berbudi dan adil. Berbudi artinya tidak tergiur mengambil keuntungan atau segala sesuatu yang bukan haknya. Adil artinya tidak berat sebelah, yakni menjalankan hukum yang "tidak tumpul ke atas dan tajam ke bawah." Jadi tidak ada perbedaan berdasarkan kaya dan miskin. Semua orang sama di hadapan hukum.

Mengzi menambahkan kalau "keuntungan" yang diutamakan, maka kekacauan bisa terjadi. Apabila seseorang hanya berpikir berdasarkan sudut pandang untung serta rugi, maka ia baru puas jika sudah merampas semuanya. Raja negeri besar bisa dibunuh oleh raja negeri kecil dan raja negeri kecil dapat dibunuh pejabat kepala sebuah kota (mungkin sama dengan walikota di zaman sekarang). Nasihat ini sangat tepat. Memerintah negara itu berbeda dengan berdagang. Kita tidak bisa memerintah negara namun dengan pemikiran seorang pedagang. Jikalau menjadi pedagang maka pemikiran untung-rugi adalah wajar, tetapi tidak tepat jika diterapkan dalam memimpin negara. Sebagaimana yang telah diutarakan oleh Mengzi: ".....tetapi kaloe orang oetamaken kaoentoengan dan tida perdoeliken kaadilan tentoe orang tida merasa poeas kaloe belon bisa rampas semoewanja."

Negara bisa mengalami kekacauan, karena masing-masing elemen pemerintahan akan saling membunuh atau menjegal.  Negara bisa mengalami kudeta terus menerus, pemerintahan hancur. Itulah yang dinamakan keserakahan. Korupsi bisa merajalela karena tiap pemimpin berupaya mengejar keuntungan dan menggelembungkan kekayaannya masing-masing.

Mengzi menjelaskan lebih lanjut:

"Itoe orang jang tida bisa mengangkat salembar boeloe adalah lantaran tida maoe goenaken tenaganja, dan itoe orang jang tida bisa meliat sagrobak kajoe adalah lantaran ia tida maoe goenaken penerangan matanja, begitoepoen baginda jang tidak bisa melindoengin rajat adalah lantaran baginda tida menggoenaken hati-boedinja."

Mengzi menegaskan bahwa seorang pemimpin perlu menggunakan hati budinya. Jadi tidak hanya mengandalkan rasionalitas saja. Rasionalitas harus dipadukan pula dengan budi yang baik.

"Gan Yan, moeriednja nabi Khong Tjoe, poen perna bilang: "Keizer-nabi Soen toch djoega manoesia sama sebagi akoe. Kaloe sadja akoe bisa djaga baek watekkoe jang asal dari kelahiran, akoe djoega bisa djadi soetji sebagi itoe keizer Soen."

Selanjutnya ditegaskan pula bahwa seorang kaisar atau pun rakyat jelata adalah sama saja. Jikalau masing-masing bisa mengembangkan pribadi yang baik, maka keduanya juga dapat menjadi orang suci. Baik raja maupun rakyat jelata adalah sama-sama manusia yang mempunyai kemampuan tiada berbeda pula. Oleh karena itu, setiap orang perlu menjaga watak baiknya.

Sementara sampai di sini dahulu pelajaran kita. Marilah kita kini bersama-sama merenungkan apa yang baru saja kita pelajari dan menarik manfaat darinya.